12 Desember 2009

Delapanbelas Seniman Singapura Belajar Ebeg

-Sebanyak 18 seniman yang tergabung dalam kelompok seni "Pioneer" Singapura mempelajari kesenian khas Banyumas khususnya Ebeg Banyumasan (kuda lumping, red.) di Padepokan Seni Banyubiru, Desa Karangjati, Kecamatan Susukan, Banjarnegara, Jawa Tengah.

"Mereka merupakan generasi keempat dan kelima dari warga negara Indonesia yang migrasi ke Singapura pada masa kolonial Belanda. Saat ini mereka sudah menjadi warga negara Singapura," kata Koordinator Padepokan Seni Banyubiru, Yusmanto di Banjarnegara, Jumat.

Menurut dia, para seniman ini berkeinginan untuk menunjukkan eksistensinya sebagai warga Singapura yang berdarah Jawa melalui kesenian tradisional yang berasal dari tanah leluhur mereka.

Dia, generasi ketiga yang saat itu masih hidup menceritakan kepada para seniman ini jika mereka mempunyai kemampuan memainkan kesenian kuda lumping.

Dengan demikian, kata dia, mereka pun segera membentuk kelompok seni kuda lumping di Singapura dan hingga kini telah berkembang lebih dari 40 kelompok, salah satunya "Pioneer".

"Pada 2006, mereka mulai menggelar pentas keliling secara gratis sebagai upaya menunjukkan eksistensinya sebagai warga keturunan Jawa. Hingga akhirnya mereka sering ditanggap oleh warga keturunan Jawa yang punya hajatan," katanya.

Selain berlatih Ebeg Banyumasan, kata dia, para seniman asal Singapura ini juga mempelajari beberapa tarian, seperti Calung/Lengger Banyumasan.

Setelah berlatih sejak Rabu (9/12), lanjutnya, para seniman asal Singapura ini akan pentas bersama seniman Padepokan Seni Banyubiru di Desa Karangjati pada Sabtu (12/12).

Disinggung harapan Padepokan Seni Banyubiru terkait kedatangan tersebut, dia mengatakan, pihaknya ingin belajar untuk memiliki nyali dalam mengembangkan kekuatan-kekuatan lokal.

"Ini sangat penting karena kultur lokal Indonesia, Jawa, dan khususnya Banyumas saat ini berada dalam posisi terpinggirkan, sehingga kami berusaha belajar mengumpulkan kekuatan agar mampu mempertahankan eksistensi kultur Banyumas," kata Yusmanto.

Sementara itu Koordinator Kelompok Seni "Pioneer" Budiyana mengaku tertarik mempelajari kesenian Banyumas, seperti kuda lumping dan tari-tarian.

Ia mengatakan, kesenian kuda lumping yang dikembangkan "Pioneer" maupun kelompok seni lainnya di Singapura, cenderung bercirikan Ponorogo (reog, red.).

"Jadi untuk mendapatkan perbedaan, aku datang ke Banyumas," kata dia dalam bahasa Melayu.

Menurut dia, Ebeg Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang tidak pernah terdengar di Singapura karena irama gamelannya berbeda dengan gamelan seni kuda lumping lainnya.

Selain kuda lumping, kata dia, kesenian Jawa yang dikembangkan di Singapura, yakni wayang orang dan seni tari.

Disinggung kemungkinan terjadinya pengakuan seni Ebeg oleh Pemerintah Singapura seperti yang terjadi di Malaysia, dia mengatakan, hal itu tidak mungkin terjadi karena Singapura yang warganya berasal dari berbagai negara, tidak memiliki seni tradisional sendiri.

"Apapun yang terjadi, aku akan pastikan kesenian Ebeg ini dipelajari di Banyumas," kata Budiyana menegaskan.


JY

Editor: jodhi

Sumber : ANT

Tidak ada komentar: