07 Desember 2009

Jauh-Jauh ke Kopenhagen, Ketemunya "Plat AB" Juga...

Setibanya di Central Station, Kopenhagen, Minggu (6/12) dinihari, Goris dan saya ditampung menginap di rumah pendiri Eco-Security Singapura, Wilson Ang. Di rumah yang terletak di kawasan Helerup itu, sudah berkumpul rombongan Eco-Security Singapura serta climate champions asal Singapura, Vietnam dan Jepang. Jumlah perwakilan dari negara-negara itu cukup banyak, setidaknya lebih dari 4 orang.

Hal yang membuat saya terkejut adalah pertemuan dengan dua teman berkulit sawo matang yang ternyata dari Indonesia juga. Siapa sangka, jauh-jauh ke Kopenhagen, berkumpulnya dengan teman yang sama-sama "plat AB" alias berkampung halaman Yogyakarta? Tanpa bermaksud orientasi kedaerahan, pertemuan dengan climate champions Indonesia, Ibnu Najib dan Dian Elvira Rosa, peneliti London Social Economy (LSE) membuat bengong orang-orang lain karena kami langsung "berbahasa planet" alias Bahasa Jawa.

Najib yang ditugaskan British Council mengorganisasikan delegasi dari berbagai negara tengah menyelesaikan pendidikan pasca-sarjananya di Edinburgh University, Inggris. Sedangkan Dian, masih aktif sebagai peneliti London Social Economy baru menyelesaikan pendidikan pasca-sarjananya di St. Andrew University, Skotlandia.

"Wah, akhirnya rame juga euy dari Indonesia. Kemaren cuma berdua, sekarang lumayan ada empat orang, agak ramean. Nanti kita masak tempe ya," kata Goris yang mulai merindukan masakan Indonesia, meski baru beberapa hari meninggalkan Tanah Air. Maklum saja, makanan ala Eropa sering tidak cocok dengan lidah orang Indonesia.

Hari pertama di Kopenhagen, langsung digunakan untuk mengurus keperluan administrasi dan registrasi ID peserta COP15. Selain itu, ada agenda wajib yang harus diikuti yaitu menghadiri Conference of the Youth (COY). Konferensi ini berisi berbagai workshop dan diskusi mengenai berbagai topik yang berkaitan dengan COP15.

Antrean panjang dan ketatnya screening orang-orang yang masuk membuat proses memakan waktu cukup lama. Sembari menunggu, delegasi dari berbagai negara memanfaatkannya untuk mengabadikan foto di welcoming board COP15. Tak mau ketinggalan, Goris, saya, Najib dan Dian, ikut minta diabadikan.

Masing-masing memiliki ketertarikan sendiri dalam mengikuti konferensi ini. Najib tertarik dalam hal sektor kebijakan, Dian ingin mendalami konsep REDD dan Goris berencana mengikuti diskusi dan workshop yang berkaitan dengan bisnis ramah lingkungan. Saya sendiri, dalam hal raising public awareness dan kebijakan pemerintahan. Pasca-COP15 diharapkan komunikasi akan tetap berlanjut untuk saling bertukar informasi mengenai upaya mitigasi di Tanah Air.

Setelah urusan ID beres, kami menuju Copenhagen University, tempat COY berlangsung. Disini, para delegasi berdiskusi dengan peserta yang berasal dari regional wilayah negara yang sama. Indonesia masuk kelompok East Asia bersama Malaysia, Vietnam, Singapura, Korea, Jepang, Myanmar, Filipina, dan lain-lain. Hasilnya, persoalan yang dihadapi relatif sama yaitu minimnya good will dari pemerintah yang dinilai belum serius menyiapkan kerangka menghadapi dampak perubahan iklim. Akan tetapi, disepakati perlunya jaringan kaum muda untuk saling berkomunikasi dalam hal upaya mitigasi di negaranya masing-masing.

sumber kompas

Tidak ada komentar: