10 Desember 2009

Mengantar Minyak hingga ke Tapal Batas

Cahaya Soppeng adalah satu-satunya stasiun pompa minyak di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, perbatasan Indonesia-Malaysia. Namun, sudah dua hari sejak Jumat (4/12), pompa minyak itu tutup. Tidak ada antrean.

Setiap warga Sebatik yang datang ke sana terpaksa balik kanan. Tidak seperti di perkotaan yang selalu tersedia, pasokan bahan bakar minyak (BBM) bagi warga di tapal batas negara ini masih menggantungkan kelancaran pasokan dari Pertamina.

Namun, hitungan bisnis tetap ada. Yuliana, pemilik Cahaya Soppeng, mengaku belum bisa mendatangkan BBM karena belum melunasi pembayaran ke Pertamina Tarakan untuk 25.000 liter bensin dan solar sebelumnya. ”Setiap bulan, kami bisa tutup beberapa hari karena terlambat bayar,” ucapnya.

Padahal, ketersediaan BBM di sana diperlukan terutama untuk kapal mengangkut penumpang, hasil pertanian, dan ikan ke Tawau, Malaysia, atau Tarakan.

Ketersediaan minyak saat ini belum langka. Namun, warga Sebatik terpaksa harus membeli bensin atau solar lebih mahal di pengecer. Harga eceran bensin dan solar Rp 5.500 per liter. Di pompa itu bensin dijual Rp 5.100 dan solar Rp 5.050 per liter. Beberapa warga dan nelayan menyebutkan, saat BBM habis di Sebatik, mereka ke Tawau untuk membeli seharga 2 ringgit atau Rp 6.000 per liter.

Warga perbatasan ini memilih membeli BBM ke Tawau ketimbang ke Nunukan atau Tarakan yang jaraknya cukup jauh dengan waktu tempuh satu jam hingga tiga jam dengan perahu cepat. Padahal, ke Tawau cuma 20 menit dengan perahu nelayan dari Desa Sungai Nyamuk, Sebatik. ”Biar mahal tetap kami beli karena diperlukan,” kata Asdar, nelayan Desa Tangjungkarang, Kecamatan Sebatik.

Menurut Camat Sebatik Suaedi, warga bisa ke negara jiran tersebut. Tidak perlu paspor, cukup pas lintas batas. Pulau Sebatik terbagi dua. Wilayah utara seluas 187,23 kilometer persegi masuk Malaysia dan wilayah selatan seluas 246,61 kilometer persegi milik Indonesia.

Ada 37.000 warga di wilayah Indonesia, terdiri dari 22.000 warga Kecamatan Sebatik dan 15.000 warga Kecamatan Sebatik Barat. Warga menggunakan uang rupiah dan ringgit sebab ada barang dagang dari Malaysia, seperti tabung elpiji.

Menjaga keindonesiaan

”Pertamina berupaya sekuat tenaga memasok minyak untuk masyarakat sampai ke mana pun, termasuk ke Sebatik, meskipun sulit dan rumit,” kata General Manager Pemasaran BBM Retail Regional VI (Kalimantan) Alfian Nasution. Sebuah tugas Pertamina menjaga keindonesiaan. Apalagi Sebatik bagian dari wilayah Negara Kesatuan RI.

Kuota minyak dari PT Pertamina untuk warga Sebatik cuma 130.000 liter bensin dan 20.000 liter solar per bulan. Minyak didatangkan dari Depot Tarakan oleh armada Cahaya Soppeng milik suami-istri Manase-Yuliana.

Tidak mudah memasok BBM bagi warga di beranda depan Indonesia ini. Minyak dibawa dari Unit Pengolahan V Pertamina Balikpapan dengan tanker berkapasitas 7,5 juta liter ke Depot Tarakan. Perlu waktu hampir dua hari. Depot lalu menyalurkannya ke Berau, Bulungan, Tana Tidung, Malinau, serta Nunukan dan Tarakan. ”Setiap minggu ada dua tanker masuk depot,” kata Wira Penjualan BBM Retail Wilayah III Tarakan Drestanto Nandiwardhana.

Untuk ke Sebatik, minyak dari depot diangkut dengan armada Cahaya Soppeng. Dari depot, minyak dipindahkan ke truk tangki. Truk itu lalu ke dermaga untuk memindahkan minyak ke drum-drum yang selanjutnya digelindingkan dan diangkut ke kapal kayu. Butuh 24 jam ke Sebatik. Tiba di sana, drum-drum itu diangkut lagi ke truk untuk dimasukkan ke tangki timbun pompa BBM.

Kapal kayu itu cuma mengangkut 25.000 liter sekali jalan. ”Karena itu, dalam sebulan ada enam kali pengambilan dari Tarakan,” kata Yuliana.

Akibatnya, ongkos pengirimannya pun tinggi, Rp 175 per liter. Biaya itu ditanggung agen. Akibatnya, BBM dijual Rp 5.100 per liter. Berbeda dengan di pompa BBM di Samarinda atau Balikpapan Rp 4.500 per liter.

Sebatik hanyalah salah satu daerah di perbatasan yang kesulitan pasokan BBM. Padahal, di perbatasan Kaltim masih banyak daerah yang belum terlayani pasokan BBM dari Pertamina, seperti di Kecamatan Krayan. Sebab, kecamatan itu masih terisolasi dan hanya bisa dicapai dengan pesawat perintis.

Warga Krayan terpaksa mengangkut BBM maksimal 200 liter atau satu drum dengan pesawat dari Tarakan atau Nunukan atau Malinau. Di sana, BBM dijual Rp 25.000 per liter. ”Kami akui belum bisa melayani pasokan BBM untuk warga di sana. Kami menargetkan tahun 2010 semua daerah bisa dilayani,” katanya.

BBM memang diperlukan di setiap pelosok negeri ini. Tugas Pertamina tanpa kompromi.

sumber kompas.com

Tidak ada komentar: