17 Oktober 2009

Air lumpur di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur kini dipercaya dapat menjadi obat kulit dan kecantikan sehingga ba

-Dua siswa asal Indonesia, Mega Chrisna Anggraeni (17 tahun) dari SMU Negeri 1 Wringinanom, Gresik dan Dea Ayu Fitria (16 tahun) dari SMU Negeri 1 Sukowati Bali berkesempatan membagi kesuksesan proyek Go Green di depan 30 delegasi pada Lokakarya UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) Regional Asia Pacific di Bali, 14-16 Oktober 2009.

Keduanya merupakan pemenang kompetisi proyek sekolah go green bertajuk 'School Climate Challenge' yang digelar oleh British Council sepanjang Desember 2008 – Juli 2009. Kompetisi yang diikuti lebih dari 200 sekolah dan 1000 siswa, itu bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan kalangan sekolah dalam solusi ketahanan iklim.

Kedua sekolah tempat Mega dan Dea terpilih karena mampu menunjukkan komunitas sekolah dapat berperan lebih dalam melakukan penangan masalah ketahanan iklim. Amanda Katili Niode, Koordinator Komunikasi, Informasi, dan Pendidikan Dewan Nasional Perubahan Iklim yang juga pimpinan The Climate Project Indonesia, menyatakan dalam lokakarya tersebut pelajar mampu berperan aktif dalam mengadaptasi strategi penanganan ketahanan iklim agar lebih sesuai dengan kebutuhan lokal dimana mereka berada.

SMU Negeri 1 Wringinanom Gresik dengan proyek restorasi bantaran sungai Surabaya, melibatkan petani untuk bercocok tanam di daerah bantaran sungai. Hal ini menghindari terjadinya alih fungsi tanah menjadi rumah tinggal atau gedung. Sedangkan SMU Negeri 1 Sukowati dengan proyek pemanfaatan kompos dari kulit nangka dan sampah sayuran, mendorong masyarakat sekitar untuk mengubah kebiasaannya. Selain mengganti penggunaan pupuk konvensional yang memang lebih mahal, mereka juga bisa mengurangi sampah dengan memanfaatkannya sebagai kompos, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap solusi perubahan iklim.

Lokakarya ini merupakan bagian dari serangkaian lokakarya regional yang diadakan oleh UNFCCC terkait penerapan Article 6 Kyoto Protocol mengenai Pendidikan, Pelatihan, dan Kesadaran Publik. Menurut Liana Bratasida, Asisten Menteri Lingkungan Hidup untuk Lingkungan dan Kerjasama Internasional, melalui regional workshop diharapkan negara yang berpartisipasi dapat bertukar pengalaman dan memetik pelajaran untuk impelementasi Article 6 di negara masing-masing, dan sekaligus menentukan siapa yang akan menjadi juru bicara untuk Article 6 di negaranya.

''Apa yang sudah dilakukan oleh para peserta School Climate Challenge merupakan contoh good practice yang sangat mendukung implementasi Article 6 di Indonesia,'' Liana menambahkan.

Pihak internasional pun turut mengakui pencapaian kedua sekolah ini dan membuka kemungkinan dukungan internasional melalui skema kebijakan yang ada.

''Inisiatif yang dilakukan oleh anak-anak ini sangat luar biasa. Mereka bukan hanya menunjukkan tekad yang kuat untuk berkontribusi pada penanganan perubahan iklim, tapi juga menunjukkan kemampuan dan pengetahuan yang sangat mengesankan. Untuk dukungan selanjutnya kita bisa memasukkan proyek mereka ke dalam Clean Development Mechanism untuk mendapatkan bantuan dana dan bimbingan lebih lanjut'', menurut Alla Metelitsa, Team Leader Education and Outreach UNFCCC Secretariat.

Di samping program proyek berbasis sekolah, British Council juga berkesempatan mempresentasikan program-program lainnya di bidang ketahanan iklim yang berkaitan erat dengan kaum muda. Program International Climate Champions yang telah diusung selama 2 tahun dinilai berhasil meningkatkan kepedulian dan partisipasi kaum muda dalam menghadapi perubahan iklim. c12/rin

Tidak ada komentar: