03 September 2009

Peternak Tidak Harus Ngarit Lagi

Kusmayanto Kadiman berbagi cerita. "Pada saat musim kering, peternak tidak kurang akal. Mereka menyematkan kacamata hijau pada ternak agar mau makan rumput mati," tuturnya.

Mendengar cerita itu, hadirin kontan terbahak-bahak. "Ini betul terjadi," Kusmayanto, Menteri Negara Riset dan Teknologi, meyakinkan. Kusmayanto menyampaikan cerita itu ketika berdialog dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-14 di Jakarta, 10 Agustus lalu.

Kejadian sapi berkacamata hijau itu terjadi di Cijangkar, Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat. Di situ, tiap kali masa panen jagung tiba, persediaan pakan pun berlimpah. Saking banyaknya, ternak yang dimiliki petani tidak sanggup menghabiskan hijauan segar itu. Oleh peternak, sebagian pakan itu kemudian disimpan sebagai pakan kering yang akan dimanfaatkan pada musim paceklik.

Tapi masalah muncul, lantaran ternak enggan memakan makanan kering. Itu sebabnya, untuk kamuflase, pada ternak itu dikenakan kacamata hijau.

Nah, agar ternak tidak perlu lagi memakai kacamata hijau, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) punya cara lain. Yakni dengan teknologi ensilasi atau teknologi fermentasi anaerob (tanpa oksigen) yang memberikan kesempatan pada bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) untuk memproduksi asam laktat organik.

Diah Asri Erowati, peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan BPPT, menjelaskan bahwa dalam pembuatan silase konvensional, biasanya karbohidrat --dedak dan onggok-- dicampur-campur dengan hijauan yang dicincang. Nah, dengan metode baterai, karbohidrat tidak dicampur, melainkan ditempatkan di atas hijauan dalam drum plastik.

Caranya, rajangan tumbuhan hijau dimasukkan ke drum plastik hingga padat. Baru pada bagian atas ditambahkan karbohidrat dan ditutup rapat. Produk yang dihasilkan dari teknik ensilasi itu adalah silase.

Silase adalah awetan pakan ternak berbahan baku tumbuhan hijau, limbah pertanian, dan bahan pakan alami lainnya. Dengan kadar air tertentu, bahan itu dimasukkan ke sebuah wadah tertutup rapat kedap udara --biasa disebut silo.

Peneliti BPPT menggunakan drum plastik sebagai silo agar mudah dipindah-pindahkan dalam kondisi anaerob. Juga mudah untuk memadatkan cacahan hijauan sehingga satu drum sanggup menampung 100 kilogram. Metode baterai merupakan inovasi pada penerapan teknologi ensilasi, guna memanfaatkan karbohidrat berupa dedak dan onggok.

Dalam proses penyimpanan, silo dibalik, agar cairannya turun dan diserap karbohidrat. Dengan diserapnya air, proses fermentasi tidak akan berlanjut menjadi alkohol, karena pembentukan alkohol memerlukan air. Sehingga silasenya menjadi kering, wangi, dan manis. Dengan metode ini, secara teori, hijauan bisa tahan hingga tiga tahun.

Menurut Asri, karbohidrat penyerap air harus dipanen tiga bulan sekali. "Jika warnanya hitam-hitam, jangan diberikan pada ternak," katanya. Tanda-tanda hitam itu menunjukkan bahwa karbohidrat telah membusuk. "Tetapi ada yang sampai lima bulan tetap bagus. Mungkin tergantung mutu karbohidratnya," ia menambahkan.

Karbohidrat yang bagus itu bisa menjadi makanan tambahan atau konsentrat untuk ternak. Konsentrat adalah bahan makanan yang konsentrasi gizinya tinggi tetapi kandungan serat kasarnya relatif rendah dan mudah dicerna.



Dalam proses pengawetan tersebut memang terjadi penurunan nilai gizi. "Yang namanya pengawetan pasti menurunkan nilai gizi," kata Asri. Namun ensilasi yang merupakan pengawetan basah hanya menurunkan sedikit kadar gizi hijauan, yakni 5%. Ensilasi juga tidak menggunakan energi, sehingga terik ataupun tidak, tetap bisa diawetkan.

Bandingkan dengan pengawetan kering dengan penjemuran yang menurunkan kadar protein hingga 60%. Kelebihan lain silase adalah mengandung mikroba yang menguntungkan untuk pencernaan ternak karena bisa meningkatkan kinerja fili-fili usus dalam menyerap makanan. Sehingga ternak lebih gampang gemuk.

Dengan demikian, silase akan menguntungkan peternak. Setiap 22,2 kilogram silase sanggup mendongkrak satu kilogram berat badan ternak. Bandingkan dengan rumput lapangan segar yang memerlukan 27,3 kilogram. Dengan menggunakan drum ensilasi, peternak juga menghemat pengeluaran untuk pakan ternak.

"Ensilasi bisa menghemat hingga 100% dibandingkan dengan ngarit biasa. Dengan setiap hari ngarit, biaya per hari Rp 10.000 untuk per ekor sapi. Dengan silase, cukup Rp 5.000," ujar Asri.

Selain itu, juga meningkatkan kemampuan petani dalam memelihara sapi dalam kandang komunal. Dengan ngarit biasa, satu orang hanya sanggup memelihara maksimal tiga ekor sapi. Sedangkan dengan ensilasi, satu orang bisa memelihara 20 ekor sapi.

Caranya dengan menabung makanan ketika panen raya dan menyimpannya dalam drum-drum ensilasi. Lagi pula, setelah habis, drum-drum ensilasi bisa diisi ulang seperti tabung elpiji atau galon air kemasan.



Diah Asri berharap, perbankan mau membantu memodali petani untuk mengadakan drum-drum ensilasi. Satu drum harganya sekitar Rp 100.000. Dengan kredit Rp 3 juta, petani bisa mengadakan 30 drum dengan kapasitas 3 ton silase. Cukup untuk pakan tiga ekor sapi selama dua bulan. Jika biaya produksi per kilogram silase Rp 300, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk pakan Rp 900.000 per dua bulan untuk tiga ekor sapi.

Jika diproduksi secara pabrikan, harga silase bisa Rp 400 per kilogram saat panen raya. Sedangkan di musim penghujan dan tidak panen raya, bisa Rp 600 per kilogram. Pada musim kering bisa lebih mahal lagi.

Dalam setahun, Indonesia memiliki tiga bulan yang sangat kering. "Dalam kondisi demikian, dengan harga Rp 1.200 per kilogram pun peternak mau," tutur Asri.

Jika diproduksi secara pabrikan, produksi 300 ton silase memerlukan 3.000 drum. Biaya yang dibutuhkan sekitar Rp 4,5 milyar. "Itu cukup untuk 1.000 ekor sapi," katanya. Yang terpenting, petani harus memiliki drum sendiri, sehingga ketika habis, tinggal diisi ulang. Memang penyimpanan drum-drum itu memerlukan tempat, tapi bisa ditempatkan di pabrik dan dipungut biaya sewa.

Tentu pabrik itu berada di daerah-daerah sentra peternakan, yang sekaligus tersedia pertanian dengan tanaman jagung atau tebu. "Meskipun hijauan itu pada musim kering sulit didapat," katanya. Dengan tersedianya silase di pabrik, peternak tidak perlu lagi menyematkan kacamata hijau untuk memacu selera makan ternaknya. Sebab silase yang berbau wangi, manis, dan kesat itu sangat disukai ternak.

Berkat inovasinya, Asri mendapat penghargaan sebagai peneliti skema insentif ristek yang bisa diterapkan pada industri bidang ketahanan pangan.

sumber gatra

Tidak ada komentar: